Your search results

Prinsip dasar KPR Syariah

Posted by adrianadam on 02/07/2023
0

Bahwa setiap muslim terikat dengan aturan islam dalam seluruh aktivitasnya. Termasuk dengan proses jual beli rumah. Kepemilikan Properti yang berbasis syariah menjadi penting karena memenuhi kebutuhan dan nilai-nilai para individu Muslim yang ingin mematuhi syariat Islam dalam berinvestasi dan memiliki property, lebih khusus untuk transaksi jual beli dengan pembayaran secara cicilan atau KPR (Kredit Kepemilikan rumah).

KPR syariah berbeda dengan KPR di bank syariah. Ada beberapa prinsip dasar yang belum bisa dipenuhi oleh bank syariah, karena berkaitan dengan regulasi Bank Indonesia. Sehingga beberapa Kalangan (komunitas) berupaya mensosialisasikan dan merealisasikan skema pembayaran tanpa melibatkan pembiayaan perbankan, dengan tujuan untuk menyempurnakan skema pembayaran yang tidak melanggar regulasi syariah.

KPR syariah berbeda dengan KPR di bank syariah. Ada beberapa prinsip dasar yang belum bisa dipenuhi oleh bank syariah.

Beberapa prinsip dasar mengenai skema pembayaran syariah:

  1. Tanpa Bunga. Bunga adalah sebagian dari RIBA, dan RIBA  sangat di haramkan oleh Allah swt. Tapi kalau margin dibolehkan. Apabila pihak ketiga membeli rumah kepada penjual, kemudian menjual lagi ke pembeli dengan keuntungan dan skema cicilan itu diperbolehkan. Tapi kalau pihak ketiga hanya pembiayaan saja seperti mekanisme perbankan tidak diperbolehkan.
  2. Tanpa Denda. Kelebihan dari suatu transaksi jual-beli adalah RIBA. Dan jika ada denda atas keterlambatan pembayaran misalnya, maka denda tersebut juga sudah termasuk kedalam RIBA.
  3. Tanpa Sita. Dalam konsep bisnis property syariah tidak ada sistem sita paksa, karena itu melanggar aturan Allah swt. Prinsip muamalah jual beli cicilan secara syariah, kepemilikan rumah sudah berpindah secara sempurna sejak pembayaran pertama, sisa pembayaran yang belum dibayarkan statusnya hutang. Sehingga penjual tidak berhak lagi melakukan sita secara sepihak karena kepemilikan sudah berpindah.
  4. Tanpa Asuransi. Konsep asuransi diharamkan karena mengandung Gharar (ketidakpastian), menjamin sesuatu kedepannya yang belum pasti terjadi. Sehingga dalam skema pembayaran syariah diharamkan menggunakan asuransi jiwa maupun asuransi kebakaran yang umum digunakan dalam KPR konvensional. Hutang cicilan diwariskan ke ahli waris apabila meninggal dunia, tidak ditanggung asuransi.
  5. Tanpa Akad Bermasalah. Dalam transaksi tidak di perbolehkan dua akad sekaligus didalamnya, dengan itu berbisnis property syariah maka akad nya murni jual beli, BUKAN Sewa yang berakhir kepemilikan. Diharamkan juga bertransaksi jual beli untuk rumah yang belum jelas batas-batasnya, seperti “jual beli brosur” padahal tanahnya masih belum digarap (*baca: inden), dll.

Perlu diakui bahwa prinsip-prinsip tersebut diatas dalam kondisi sekarang belum bisa sepenuhnya bekerja secara ideal. Beberapa notaris yang sudah teredukasi tentang konsep syariah siap mengawal, namun banyak juga notaris yang tidak bersedia mengawal transaksi yang berbasis syariah, dengan alasan tidak berimbangnya resiko bagi penjual dan pembeli. Seakan beban resiko lebih membebani ke penjual daripada ke pembeli.

Transaksi yang sesuai dengan syariah Islam akan membawa keberkahan bagi semua pihak.

Namun demikian apresiasi luar biasa untuk teman-teman pejuang syariah yang terus mensosialisasikan dan berusaha mewujudkan konsep pembiayaan syariah walaupun dengan banyak keterbatasannya. Kami tetap meyakini bahwa transaksi yang sesuai dengan syariah Islam akan membawa keberkahan bagi semua pihak. Tentang kondisi yang tidak ideal, mudah-mudahan perlahan akan ditemukan solusinya secara regulasi, seiring dengan pasar umat islam yang membutuhkan konsep pembiayaan syariah terus membesar secara signifikan.

Dalam hadist, Rasulullah SAW mengabarkan bahwa Allah SWT bersama orang-orang yang ber syirkah dalam kebaikan, termasuk dalam bisnis, selama pihak yang bersyirkah itu tidak saling berkhianat. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata, yang artinya:

“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh alHakim, dari Abu Hurairah).

Adrian Adam

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Compare Listings