Kenapa Properti Syariah?
Kenapa jual beli properti dilabelkan properti syariah, sedangkan jual beli barang lain tidak dilabelkan syariah, seperti jual-beli sepeda, jual beli handphone, jual beli bawang goreng atau jual beli buku misalnya?
Menarik untuk dibahas teman-teman. Sebenarnya jika transaksi properti berupa rumah yang fisik rumahnya sudah ready dan pembayarannya pun secara tunai, tidak perlu pakai label syariah. Jual beli biasa saja sama dengan transaksi jual beli barang lainnya.
Namun dalam transaksi properti sangat kompleks dan banyak variabelnya sehingga harus dipagari dengan rambu-rambu syariah, supaya tidak offside melanggar ketentuan syariah. Sangat disayangkan transkasi rumah yang nilainya sangat besar tapi dilakukan dengan mengabaikan hukum syariat Islam.
Berikut yang menjadi catatan dalam Properti syariah, diantaranya:
- Pembayaran. Tidak banyak orang yang punya kemampuan membeli rumah secara tunai. Solusi alternatif adalah pembayaran secara cicilan atau yang kita kenal saat ini dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Untuk pembayaran secara cicilan apalagi dalam jangka waktu yang lama (5 tahun misalnya) perlu regulasi syariah seperti menghindari praktik haram, antara lain: bunga/riba, denda keterlambatan bayar, asuransi, sita asset, dll. Kemudian apakah boleh melibatkan pihak ketiga (contoh: bank) sebagai penyedia dana pembelian? Itu juga menjadi catatan.
- Kesiapan objek jual. Objek jual berupa rumah atau tanah kavling atau apartment terkadang belum siap untuk serah terima. Developer sebagai penyedia produk rumah sering kita temui sudah mulai menjual padahal lahannya belum diolah bahkan batas-batas objek jual belum terlihat. Atau developer paralel sambil jualan sambil mengurus perijinan. Praktik ini yang kita kenal dengan istilah INDEN. Menjadi catatan lagi jika project developer gagal sedangkan konsumen sudah ada pembayaran.
- Kondisi developer. Developer sebagai penyedia produk berupa rumah juga punya catatannya sendiri seperti Regulasi pembangunan, teknis serah teriama kunci, dan syarat dan ketentuan lain yang berkaitan dengan konsumen. Belum lagi hubungan antara developer dengan pemilik tanah, atau developer dengan pemodal/investor, atau developer dengan kontraktor, dan lain-lain.
Artikel ditulis ini sebagai pengantar dulu untuk menjawab kenapa harus properti syariah, belum membahas secara detail mengenai konsep properti syariah seperti apa, karena akan sangat panjang. InsyaAllah di artikel selanjutnya kita bahas dan bedah satu persatu mengenai point-point tersebut diatas.
Kita bersyukur konsep properti syariah ini muncul seiring dengan pemahaman dan permintaan umat yang sadar syariah semakin menguat, sedangkan konsep kepemilikan rumah secara konvensional dinilai tidak mewakili aturan syariah.
Konsep properti syariah yang sudah berjalan sebenarnya belum sepenuhnya compatible dengan system yang berlaku sekarang, masih banyak bergesekan. Namun insyaAllah dengan konsistennya para pelaku syariah akan terus membawa perubahan kearah syariah. Dan tentunya catatan juga bagi negara sebagai pengambil kebijakan bahwa pasar syariah ini sangatlah besar, sudah saatnya jika aspirasi syariah dapat difasilitasi. Salam.